Salah satu butir Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019 III adalah mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh
pada 2019. Upayanya adalah pemenuhan kebutuhan hunian dan peningkatan kualitas
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung.
Dirjen Cipta Karya, Imam S Ernawi mengatakan, hal tersebut menjadi
indikator pencapaian Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum
dengan sasaran umum untuk memenuhi ketersediaan infrastruktur dasar dan Standar
Pelayanan Minimum (SPM).
Imam menyebut tiga indikator yang dicanangkan yaitu, pertama,
berkurangnya proporsi rumah tangga yang menempati hunian dan permukiman tidak
layak menjadi 0%. Kedua, meningkatnya akses penduduk terhadap air minum layak
menjadi 100%. Ketiga, meningkatnya akses sanitasi menjadi 100%.
Imam menjelaskan, dua penanganan dilaksanakan untuk mengurangi
permukiman kumuh dengan skala berat. Pertama, pada permukiman di atas tanah
illegal (squatter) harus dengan merelokasi ke Rusunawa yang sudah dibangun.
Kedua, pada permukiman kumuh di atas tanah legal (slum area) dengan menerapkan
program peningkatan kualitas lingkungan permukimannya seperti yang diterapkan
dalam program Kampung Improvement Program (KIP) untuk miskin perkotaan
(miskot).
Ia mengatakan, saat ini capaian kita hingga 2014 adalah 12% atau
menyentuh 7,2 juta KK di Indonesia. Untuk menghabiskan hingga 0%, diperkirakan
kebutuhan dana sekitar Rp 22 triliun.
Menurut Imam, untuk saat ini Ditjen Cipta Karya telah menetapkan
desain delivery program dalam lima klaster, yaitu :
1. Klaster A menyasar 94 kabupaten/kota strategis nasional yang menjadi Pusat
Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Strategis Nasional, Kawasan Strategis
Nasional, MP3EI dan Kawasan Perhatian Investasi (KPI). Kabupaten/kota tersebut
memiliki Perda RTRW dan Perda Bangunan Gedung.
2.Klaster B ada 82 kabupaten/kota strategis
nasional yang hanya memiliki Perda RTRW.
3.Klaster C adalah kabupaten/kota yang memiliki
komitmen, pedoman rencana, dan program yang berkualitas untuk pemenuhan SPM di
daerah.
4.Klaster D disebutkan pemberdayaan
masyarakat di bidang Cipta Karya yang bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan
di perkotaan dan perdesaan.
5.Klaster E dibuka kemungkinan program inovasi
baru, program yang diusulkan oleh daerah/stakeholder secara kompetitif dan
selektif, maupun program yang ditujukan untuk memfasilitasi daerah berprestasi.
"Pada
2015 nanti, dari sekitar 330 kabupaten/kota yang mendapatkan bantuan program
karena memiliki SPM bisa berkurang separuhnya karena sikap pasif mereka,"
tukasnya.
Sebagai percepatan program, Kementrian Pekerjaan
Umum membuka akses terhadap program-program kreatif dan inovatif yang
dikreasikan oleh pemerintah daerah, komunitas atau kelompokmasyarakat yang
mendukung tearget 100% akses aor minum yang layak, 0% kawasan kumuh dan 100%
akses sanitasi
Program-program yang dapat menstumulan peningkatan kualitas permukiman kumuh melalui pengembangan infrastruktur Cipta Karya, baik skala komunitas maupun skala kawasan.
Program-program yang dapat menstumulan peningkatan kualitas permukiman kumuh melalui pengembangan infrastruktur Cipta Karya, baik skala komunitas maupun skala kawasan.
Kepada Siapa Program ditawarkan ???.
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementrian
Pekerjaan Umum, mengajak Pemerintah Daerah, Kelompok Masyarakat, Praktisi,
Akademisi, serta Stakeholder terkait lainnya untuk menginisiasi program kreatif
dan inovatif kumuh sekaligus merancang program penanganan permukiman kumuh
didaerahnya
Apa yang dimaksud permukiman kumuh ???.
Data Permukiman Kumuh terdapat di 3201 Kawasan
Kumuh; atau di 415 Kabupaten/Kota ; dengan luasan sekitar 34.473 Ha; atau atau
34.4 juta jiwa.
Bagaimana
pola penanganan permukiman kumuh ???
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 TAhun 2011 pola penanganan permukiman kumuh dilaksanakan melalui :
Sumber : Kementrian PU
0 komentar:
Posting Komentar